KASTRAD OPINION II RUU KEFARMASIAN RESMI DICABUT DARI PROLEGNAS PRIORITAS, PATUTKAH DIPERJUANGKAN ?

    

     DPR mengesahkan perubahan daftar Rancangan Undang-Undang (RUU) dalam Program Legislasi Nasional ( Prolegnas) Prioritas tahun 2020 dalam rapat tersebut DPR bersepakat untuk melakukan pengurangan sebanyak 16 RUU dalam prolegnas prioritas dan total menjadi 37 RUU prioritas. Hal ini disepakati dalam Rapat Paripurna di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta kamis 16/07/2020. (Kompas.com)

    Tidak luput pula RUU Kefarmasian menjadi salah satu dari pengurangan prolegnas 2020, hal ini tentu saja membuat dunia kefarmasian menjadi gempar, bagaikan sebuah sendi yang terkena inflamasi. Rancangan Undang-Undang Kefarmasian yang selanjutnya disingkat RUU kefarmasian merupakan rancangan regulasi sebagai payung hukum terhadap profesi kefarmasian, dimana hal-hal yang berhubungan dengan dunia kefarmasian diatur dalam RUU ini.

    Tentu saja ini sengat mengecewakan bagi mereka yang bergelut di profesi kefarmasian dimana penantian payung hukum untuk profesi ini tidak kunjung terealisasikan. Padahal dari tahun 2015-2019 RUU praktik kefarmasian telah masuk ke dalam Prolegnas namun belum menjadi prioritas dan berada di urutan ke-120. Sehingga pada bulan November 2019 bertepatan dengan Hari Kesehatan Nasional (HKN)  kemarin Ikatan Senat Mahasiswa Farmasi Seluruh Indonesia melakukan aksi demosntrasi di depan gedung Senayan jakarta dengan tuntutan agar RUU kefarmasian menjadi prioritas yang dibahas dan disahkan nantinya pada Prolegnas. Dan Pada 21 januari kemarin RUU Kefarmasian akhirnya masuk daftar Prolegnas prioritas 2020 dan berada di posisi 29 dari 50 RUU proritas.

    Perjalanan panjang dalam Proses merealisasikan mimpi profesi kefarmasian yang sudah lama menanti payung hukum yang akan melindunginya, hal ini tentu saja sangat penting bagi masa depan kefarmasian dimana ketika berkaca dengan profesi kesehatan lain yang sudah mempunyai UU yang mengatur praktik profesinya seperti kedokteran, keperawatan dan kebidanan. Sedangkan regulasi praktik kefarmasian masih berada pada kondisi tanpa kejelasan, dimana PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian yang secara fundamental masih mengacu pada UU No.23 tahun 1992 tentang kesehatan, UU ini tentu saja sudah tidak berlaku dengan terbitnya UU No.36 tahun 2009 tentang kesehatan. Sehingga dunia kefarmasian menanti akan RUU Kefarmasian yang menjamin masa depan dunia kefarmasian.

    Kehadiran UU kefarmasian tentu saja sangat berguna bagi masa depan Profesi kefarmasian, dalam RUU kefarmasian banyak hal-hal substansial yang tedapat dalam RUU ini seperti regulasi tentang praktik kefarmasian, pendidikan farmasi, SDM farmasi, produk kefarmasian sampai lembaga-lembaga yang akan menjadi pengawas dan pelaksana dalam dunia Farmasi. Salah satunya pada bidang praktik kefarmasian diperlukan regulasi yang kuat agar setiap bentuk perlakuan pelayanan kefarmasian seorang farmasis harus mempunyai pedoman agar dapat bertingkah laku yang baik, ketika masih terjadi kasus-kasus penyalahgunaan praktik kefarmasian, peredaran obat palsu, apoteker yang tidak merata, pendidikan farmasi yang tidak terjamin standar kualitasnya dengan baik, sehingga dengan adanya RUU kefarmasian ini bisa memperbaiki citra dunia kefarmasian di Indonesia.

    Tentu saja banyak farmasis yang berharap agar RUU kefarmasian ini bisa segera dibahas dan disahkan, diharapkan agar pembuat kebijakan dalam hal ini Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)  bisa bersama-sama dengan seluruh masyarakat farmasis duduk, membahas dan  menerapkan praktik kolektif kolegial agar RUU kefarmasian bisa segera direalisasikan dan dapat tercipta praktik kefarmasian yang terintegrasi sehingga masyarakat dapat merasakan pelayanan kefarmasian secara komprehensif. Menurutmu, apakah RUU kefarmasian patut diperjuangkan?